Bandar Lampung – Hujan deras yang mengguyur Bandar Lampung pada 17 Januari 2024 menyebabkan banjir besar di 17 titik, tersebar di 9 kecamatan. WALHI Lampung menilai, bencana ini merupakan akibat buruknya tata kelola lingkungan yang terus diabaikan pemerintah setempat.
Direktur WALHI Lampung, Irfan Tri Musri, menyampaikan keprihatinannya atas musibah yang dialami warga. Ia mengungkapkan, ketinggian air di beberapa wilayah mencapai atap rumah, menghanyutkan kendaraan, hingga meruntuhkan Jembatan Merah di Kali Akar.
“Kejadian ini tidak terlepas dari rendahnya ruang terbuka hijau, buruknya sistem drainase, serta pengelolaan sampah dan sungai yang tidak optimal. Pemerintah harus sadar, penanggulangan banjir adalah persoalan struktural, bukan sekadar memberikan bantuan setelah bencana terjadi,” tegas Irfan, Sabtu (18/01/24)
Menurut WALHI, tidak ada langkah serius dari Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam menanggulangi banjir selama satu periode terakhir. Mereka mendesak pemerintah agar tidak lagi mengorbankan lingkungan demi pertumbuhan ekonomi yang rakus ruang.
“Pengabaian terhadap lingkungan sama saja dengan menghilangkan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang merupakan bagian dari hak asasi manusia,” tambahnya.
WALHI Lampung meminta agar wali kota terpilih segera mengambil tindakan nyata untuk menangani persoalan banjir. Mereka juga mengingatkan, investasi yang mengorbankan lingkungan hanya akan menambah kerugian masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah.
Banjir yang terjadi kali ini menjadi peringatan serius bagi pemerintah untuk lebih fokus pada pembangunan berkelanjutan dan pengelolaan lingkungan yang baik. (Red)