Kota Bekasi – Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Kota Bekasi, yang sejatinya bertujuan memudahkan masyarakat memperoleh sertifikat tanah, kini tercoreng dengan dugaan pungutan liar (pungli) yang mencuat di wilayah Medan Satria.
Investigasi di Kelurahan Medan Satria mengungkap praktik pungli yang membuat warga harus mengeluarkan biaya besar untuk mengikuti program ini. Salah seorang warga RT.01 RW.02, misalnya, menyebut biaya pembuatan sertifikat PTSL bervariasi tergantung luas tanah.
“Biaya ke kelurahan bervariasi. Awalnya patungan 10 orang, total Rp15 juta, jadi sekitar Rp1,5 juta per orang. Namun, biaya akhir tergantung luas tanah. Saya sendiri dikenakan Rp6 juta,” ungkap warga tersebut yang telah tinggal di wilayah tersebut sejak 1992.
Pengakuan ini disampaikan melalui sebuah video investigasi yang juga merekam kesaksian warga lainnya. Dalam video tersebut, terungkap bahwa biaya untuk program PTSL kerap dihitung berdasarkan luas tanah yang dimiliki.
Selain biaya yang memberatkan, proses yang memakan waktu pun menjadi keluhan warga. “Ah, lama itu mah, orang bilangnya lama yang ngurus,” ujar warga lain dengan nada kecewa.
Tidak hanya itu, dugaan pungli juga dilaporkan terjadi di beberapa wilayah lain. Seorang warga RT.04 RW.03 menyebut bahwa ia diminta membayar hingga Rp16 juta, terutama jika ingin sekalian melakukan proses balik nama.
“Saya sekalian balik nama, diminta Rp16 juta,” ucapnya.
Keluhan serupa juga datang dari warga RT.06 RW.03 yang mengaku batal mengikuti program PTSL karena tingginya biaya. Warga tersebut, yang telah tinggal di Medan Satria sejak 1996, merasa biaya yang dibebankan sangat tidak terjangkau.
“Waktu itu ada kumpulan, hadir juga RT dan Lurah, disebut bahwa harga tergantung luas tanah, dihitung per meter. Awalnya saya kira hanya sekitar Rp2 juta atau Rp3 juta, ternyata biayanya mencapai Rp8 juta. Karena terlalu mahal, akhirnya saya batal ikut,” ungkapnya kecewa.
Ia menambahkan bahwa banyak warga di RT.06 RW.03 yang juga mengurungkan niat mereka karena biaya yang dianggap terlalu tinggi, terutama bagi pemilik tanah luas.
“Banyak warga di RT.06 RW.03 batal ikut PTSL karena mahal. Yang tanahnya kecil berani maju, tapi untuk yang luas seperti kami orang Betawi, kami pikir-pikir dulu,” ujarnya.
Di sisi lain, Lurah Medan Satria, Wawan Darmawan, saat dikonfirmasi, menegaskan bahwa program PTSL di wilayahnya sudah dijalankan sesuai prosedur. “Saya sudah menyampaikan ke warga bahwa biayanya hanya Rp150 ribu,” jelasnya.
Namun, pernyataan Lurah ini bertolak belakang dengan pengalaman dan pengakuan warga Medan Satria yang justru mengaku dibebankan biaya jauh lebih tinggi.
Dugaan pungli ini menimbulkan pertanyaan serius terkait transparansi dan integritas pelaksanaan program PTSL, yang sejatinya digagas pemerintah pusat melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri. Berdasarkan aturan tersebut, program PTSL hanya membebankan biaya administrasi sebesar Rp150 ribu.
Pihak berwenang diharapkan segera menyelidiki dan mengambil tindakan tegas atas dugaan pungli ini, mengingat besarnya selisih antara biaya yang dibebankan dengan ketentuan resmi. Dugaan pungli yang mencapai belasan hingga puluhan juta rupiah ini mencederai tujuan utama program PTSL untuk memberikan kepastian hukum kepemilikan tanah bagi masyarakat luas.