LAMPUNG TIMUR, MATAHARIPOS.COM- DPD Asosiasi Wartawan Profesional Indonesia (AWPI) Provinsi Lampung mengecam tindakan Kepala Desa (Kades) Bandar Agung, Kamidi, yang mengitimidasi wartawan saat menelusuri kasus penebangan liar di Kawasan Hutan Lindung Register 38, Rabu (27/9/2023).
Ketua DPD AWPI Provinsi Lampung, H. Barusman HM, meminta Ketua DPC AWPI Lampung Timur bersama jurnalis segera melaporkan oknum Kades Bandar Agung, Kamidi, ke pihak kepolisian.
Menurutnya, ulah oknum kades itu sebagai bentuk intimidasi dan menghina profesi jurnalistik.
“Ada jurnalis sedang investigasi terkait penebangan liar di Kawasan Register 38, kades menghardik para jurnalis, bahkan sampai melempar id card jurnalis mereka ke tanah. Ini jelas tindakan menghina profesi jurnalis,” tegasnya, Rabu (27/9/2023).
Atas kejadian ini, ia meminta Ketua DPC AWPI Lampung Timur segera melaporkan oknum Kades Bandar Agung ke aparat kepolisian.
Sebelumnya, Mataharipos.com memberitakan, Kepala Desa (Kades) Bandar Agung, Kamidi, diduga mengintimidasi wartawan saat menelusuri kasus penebangan liar di Kawasan Hutan Lindung Register 38.
Baru ini beredar kabar, penebangan liar marak di Kawasan Hutan Lindung Register 38 di Lampung Timur.
Saat jurnalis bertugas menelusuri kasus penebangan liar Kawasan Hutan Lindung Register 38, tepatnya di Desa Bandar Agung, Kecamatan Bandar Sribawono, Lampung Timur, Rabu (27/9/2023), sempat kaget. Pasalnya, puluhan warga bersama Kades Bandar Agung, Kamidi, memarahi dan membentaknya.
“Siapa kamu, media apa? apa urusan kamu didaerah saya? media tak berguna. Kamu orang ini meresahkan masyarakat. Kami disini sudah gerah,” kata Kamidi bernada keras sambil mata melotot.
Dengan lantang, kades ini mengatakan, mereka tak bersalah karena mereka bayar pajak.
“Desa kami ini bayar pajak. Di mana salahnya, kenapa pemda tak mengatakan mana boleh ditebang dan mana tidak? Apa salahnya warga nebang kayu yang mereka tanam sendiri di tanah mereka,” tegas ia sembari membanting tanda pengenal jurnalis ke tanah.
Sandi, Kaperwil media Fokusnews sempat syok dan trauma akibat puluhan warga bersama kepala desa arogan mendatanginya.
“Saya dan rekan tengah menelusuri kasus penebangan liar. Tiba-tiba kaget karena kades itu datang ngamuk dan marah-marah. Ia membawa babinsa dan puluhan warga,” kata Sandi, Rabu (27/9/2023).
Ia menegaskan, wartawan dalam bertugas jurnalistik dilindungi undang-undang.
“Kami datang baik-baik, bicara pun sopan dengan penebang kayu. Kami tak ada kata kasar atau menyetop pekerjaan. Kami juga tak pernah minta duit, kami hanya mencari informasi,” jelasnya.
Menurutnya, sikap dan perkataan Kades Bandar Agung bisa menyulut emosi warga. Jika tensi emosi warga meluap, dirinya akan kena massa.
Sebelum terjadi insiden arogan Kades Bandar Agung, awak media sempat berbincang dengan Imam, pembeli kayu waru di lokasi setempat. Imam mengaku sudah membeli kayu tersebut.
“Saya beli waru ini sama anak Pak Marso. 25 batang Rp3 juta. Ini (kayu) mau dipakai sendiri, buat anak saya,” ungkapnya.
Menurutnya, ia membeli kayu itu masih bayar uang muka (DP) dan pelunasan setelah selesai penebangan.
“Saya masih panjer Rp200 ribu dulu, sisanya jika sudah beres. Saya tak kenal sama pemilik kayu ini. Beli kayu saja, saya baru ini,” kata Imam lagi.
Saat ditanya penebangan puluhan kayu mahoni, bayur dan jati di kebun sebelah, Imam mengaku tak mengetahuinya.
“Kalau nebang mahoni di kebun sebelah itu saya tidak tahu,” ujarnya.
Menanggapi kejadian itu, Sandi dan rekannya akan segera melaporkan perkara ini ke aparat penegak hukum. (jex/AWPI)